Ikuti Kami di ...

Premium WordPress Themes

ASKEP ASMA


Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif  yang ditandai oleh spasme akut otot  polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara  dan penurunan ventilasi alveolus.
         Asma timbul pada orang-orang tertentu yang secara agresif berespons terhadap mediator –mediator peradangan atau  iritan alergi. Factor resiko  adalah riwayat asma pada keluarga, yang mengisyaratkan adanya kecendrungan genetic mengalami bronkospasme.


Orang dewasa dapat menderita asma tanpa riwayat asma pada masa anak-anak. Tercetusnya asam pada orang dewasa mungkin berkaitan dengan semakin parahnya alergi yangsudah ada. Infeksi saluran nafas atas yang berulang-ulang juga dapat mencetuskan asma pada orang dewasa demikian juga pajanan debu dan iritan dilingkunagan kerja.

Reaksi Peradangan Pada Asma
Patofisiologi asma tanpaknya melibatkan suatu hiperresponsitas reaksi peradangan. Pada respon alergi disaluran napas, antibody IgE berikatan denganalergen dan menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamine dilepaskan, histamine menyebabkan kontriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamine juga merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang interstitium paru.
         Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitive berlebihan terhadap suatu alergen atau sel-sel mastnya terlalu mudah mengalami degranulasi. Dimanapun letak hipersensitifits respon peradangan tersebut hasil akhir adalah bronkusspasme, pembentukan mucus, edema dan obstruksi aliran darah. Pakah kejadian pencetus dari suatu serangan. Olah raga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan karena terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Uadara ini belum mendapat pelembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel debu secara adequate sehiingga dapat mencetuskan serangan asma.

Rangsangan Psikologis untuk Asma
Rangsangan psikologis dapat mencetuskan suatu serangan asma. Karena rangsangan parasimpatis menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus, maka apapun yang meningkatkan aktifitas parasimpatis dapat mencetuskan asma. System para simpatis diaktifkan oleh emosi rasa cemas dan kadang-kadang rasa takut. Dengan demikian individu yang rentan mengalami asama mungkin mendapat serangan akibat gangguan emosinya. Sebaliknya persarapan simpatis pada otot polos bronkiolus menyebabkan dilatasi bronkus. Biasnya rangsangan simpatis berkaitan dengan keadaan “faight or flaight”, saat dimana peningkatan ventilasi merupakan suatu komponenoenting untuk menyelematkan diri.

A.     Gambaran Klinis
·         Dispnoe berat
·         Retraksi dada
·         Napas cuping hidung
·         Peningkatan jelas usaha bernapas
·         Wheezing
·         Pernapasan ynag dangkal
·         Selama serangan asma, uadara terperangkap karena spasme dan mucus memperlambat ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara menjadi lebih lama.

B.      Perangkat Diagnostik.
·         Analisis gas darah mungkinmemperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri, dan mula-mula alkalosis respiratorik karena karbodioksida  dikeluarkan bersama pernapasan yang cepat. Pabila keadaan menetap atau memburuk, maka dapat terjadi asidosis respiratorik akibat status asmatikus, seperti dijelaskan dibawah.
·         Volume ekspirasi maksimum dan kecepatan maksimum ekspirasi menurun
·         Diantara serangan asma, individu biasanya asimtomatik. Namun sebagian perubahan samara pada uji fungsi paru dapat dideteksi pada keadaan tanpa serangan.

C.      Komplikasi
·         Stastus asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan mengancam nyawa yang dapat dipulih kan oleh pengobatan. Pada keadaan ini, kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan meningkat,maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Karean individu yang mengalami serangan asma tidak memenuhi kebutuhan oksigen normalnya,maka jelas ia semakin tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus dan dan mucus yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan, maka dapat terjadi asidosis respiratorik, kegagalan pernapasan dan kematian.

D.     Penatalaksanaan.
·         Pencegahan terhadap pemajnan alergen
·         Pencegahanjuga mencakup memantau ventilasi secara berkala, terutama sewaktu srangan puncak serangan asma, misalnya musim dingin. Apabila diamati adanya penurunan bermakna volume ekspirasi maksimum atau kecepatanaliran ekspirasi, msks intervensi farmakologis dapat segera dimulai tanpa menunggu serangan timbul.
·         Kemajuan penting dalam pencegahan dan pengobatan serranngan asma adalah pemakaian obat-obat anti inflamasi pada permulaan serangan, atau sebagu terapi pencegahan. Steroid inhalasi menghentikan rangsangan proses peradangan. Obat-obat inhalsi yang menstabikan sel-sel mast sekarang digunakan untuk mencegah serangan asma. Pada kenyataannya asma disefenisikan sebagai suatu penyakit peradangan. Efek dari obat-obat yang diinhalasi ini tanpaknya terbatas disistem pernapasan, sehingga obat-obat tersebut aman dan efektif untuk asma.
·         Intervensi perilaku yang ditujukan untuk menenagkan pasien agar rangasangan parasimpatis kejalan napas berkurang. Membantu menghentikan pasien yang menangis memungkinkan udara keluar masuk paru melambat dan dapt dihangatkan sehingga rangsanganterhadap jalan napas berkurang.
·         Intervensi farmakologis selama serangan akut mencakup inhalasi obat-obat simpatis β2. obat-obat ini terbukti melemaskan jalan napas dan meningkatkan ventilasi.
·         Golongan metal-xantin juga menghilangkan spasme
·         Obat-obat antikolinergik dapat diberikan untuk mengurangi efek parasimpatis sehingga melemaskan otot polos bronkiolus
·         Antihistamin diberikan untuk mengurangi peradangan.

I.      Kosep dasar asuhan keperawatan
A.     Pengkajian data dasar
1.      riwayat atau adanya factor-faktor penunjang :
-          Merokok produl tembakau (fakto-faktor penyebab utama)
-          Tinggal atau bekerja diarea dengan polusio udaara berat.
-          Riwayat alergi pada keluarga
-          Riwayat asma pada masa anak-anak
2.      riwayat adanya factor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi, seperti allergen (seruk, debu, kulit, serbuk sari, jamur), stress emosional, aktifitas fisik berlebihan, plusi uadara, infeksi saluran napas, kegagalan program pengobatan yang dianjurkan
3.      pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian system pernapasan yang meliputi:
a.      Manifestasi klasik dari PPOM:
-          Peningkatan dispnoe (paling sering ditemukan)
-          Penggunaan otot asesori pernapasan (retraksi otot-otot abdominal, menagkat bahu saat inspirasi, napas cuping hidung)
-          Penurunan bunyi napas.
-          Takipnea
-          Ortopnea
b.      Gejala-gejala menetap pada proses-proses penyakit dasar:
Asma
-          Batuk (mungkin produktif atau mungkin nonproduktif), dan perasaan dada seperti terikat
-          Mengi saat inspirasi dan ekspirasi, yang sering terdengar tanpa stetoskop.
-          Pernapasan cuping hidung
-          Ketakutan dan diaforesis.                        

4.      Pemerikasaan diagnostic.
-          Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 darah dan PaCO2 tinggi
-          Sinar X dada menunjukkan hiperinflasi paru, pembesaran jantung dan bendungan pada area paru-paru.
-          Pemeriksaan fungsi paru menunjukkan peningkatan kapasitas paru total (KPT) dan volume cadangan (VC), penurunan kapasitas vital (PV) dan volume ekspirasi kuat (VEK).
-          JDL menunjukkan peningkatan hemoglobin, hematokrit dan jumlah darah merah (JDM)
-          Kultur sputum posistif bila ada infeksi.
-          Esei imunoglobin menunjuikan adanya peningkatan IgE serum (immunoglobulin E) jika asma merupakan salah satu komponen dari penyakit tersebut.
5.      kaji persepsi diri sendiri tentang mengalami penyakit kronis
6.      kaji berat badan dan rata-rata masukan cairan dan diet harian

B.      diagnosa keperawatan
1.      Kerusakan pertukaran gas berhubungna dengan factor PPOM (penyakit paru obstruktif menahun) ditandai dengan dispnea, penggunaan otot asesori pernapasan, ronchi kasar, hipoksemia, hiperkopnia, warna kulit sianosis, atau keabu-abuan, mengeluh ortopnea, mengi, dan penurunan bunyi.
2.      intoleran aktifitas berhubungan dengan factor kerusakan pertukran gas ditandai dengan napas pendek, lemah, kelelahan dengan aktifitas fisik minimal, untuk AKS dan takipnea, dengan aktifitas fisik minimal.
3.      perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan  tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan masukan makanan sekunder terhadap distress pernapasan ditandai dengan penurunan berat badan, masukan makanan dan cairan menurun, mengemukakan tidak ada nafsu makan, kulit kering turgor kurang baik, warna urine pekat, ketika makan frekuensi napas meningkat, secra menyatakan adanya peningkatan napas pendek pada waktu makan.

0 komentar: