Asma adalah
penyakit pernapasan obstruktif yang
ditandai oleh spasme akut otot polos
bronkiolus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus.
Asma timbul pada orang-orang tertentu
yang secara agresif berespons terhadap mediator –mediator peradangan atau iritan alergi. Factor resiko adalah riwayat asma pada keluarga, yang
mengisyaratkan adanya kecendrungan genetic mengalami bronkospasme.
Orang dewasa
dapat menderita asma tanpa riwayat asma pada masa anak-anak. Tercetusnya asam
pada orang dewasa mungkin berkaitan dengan semakin parahnya alergi yangsudah
ada. Infeksi saluran nafas atas yang berulang-ulang juga dapat mencetuskan asma
pada orang dewasa demikian juga pajanan debu dan iritan dilingkunagan kerja.
Reaksi Peradangan Pada Asma
Patofisiologi
asma tanpaknya melibatkan suatu hiperresponsitas reaksi peradangan. Pada respon
alergi disaluran napas, antibody IgE berikatan denganalergen dan menyebabkan
degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamine dilepaskan,
histamine menyebabkan kontriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon
histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamine juga
merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga
akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang interstitium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin
memiliki respon IgE yang sensitive berlebihan terhadap suatu alergen atau
sel-sel mastnya terlalu mudah mengalami degranulasi. Dimanapun letak
hipersensitifits respon peradangan tersebut hasil akhir adalah bronkusspasme,
pembentukan mucus, edema dan obstruksi aliran darah. Pakah kejadian pencetus
dari suatu serangan. Olah raga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan karena
terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Uadara ini
belum mendapat pelembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari
partikel-partikel debu secara adequate sehiingga dapat mencetuskan serangan
asma.
Rangsangan Psikologis untuk Asma
Rangsangan
psikologis dapat mencetuskan suatu serangan asma. Karena rangsangan
parasimpatis menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus, maka apapun yang
meningkatkan aktifitas parasimpatis dapat mencetuskan asma. System para
simpatis diaktifkan oleh emosi rasa cemas dan kadang-kadang rasa takut. Dengan
demikian individu yang rentan mengalami asama mungkin mendapat serangan akibat
gangguan emosinya. Sebaliknya persarapan simpatis pada otot polos bronkiolus
menyebabkan dilatasi bronkus. Biasnya rangsangan simpatis berkaitan dengan
keadaan “faight or flaight”, saat
dimana peningkatan ventilasi merupakan suatu komponenoenting untuk
menyelematkan diri.
A. Gambaran Klinis
·
Dispnoe berat
·
Retraksi dada
·
Napas cuping hidung
·
Peningkatan jelas usaha bernapas
·
Wheezing
·
Pernapasan ynag dangkal
·
Selama serangan asma, uadara terperangkap karena spasme
dan mucus memperlambat ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara
menjadi lebih lama.
B.
Perangkat
Diagnostik.
·
Analisis gas darah mungkinmemperlihatkan penurunan
konsentrasi oksigen arteri, dan mula-mula alkalosis respiratorik karena
karbodioksida dikeluarkan bersama
pernapasan yang cepat. Pabila keadaan menetap atau memburuk, maka dapat terjadi
asidosis respiratorik akibat status asmatikus, seperti dijelaskan dibawah.
·
Volume ekspirasi maksimum dan kecepatan maksimum
ekspirasi menurun
·
Diantara serangan asma, individu biasanya asimtomatik.
Namun sebagian perubahan samara pada uji fungsi paru dapat dideteksi pada
keadaan tanpa serangan.
C.
Komplikasi
·
Stastus asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus
berkepanjangan mengancam nyawa yang dapat dipulih kan oleh pengobatan. Pada
keadaan ini, kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan
meningkat,maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Karean individu yang mengalami
serangan asma tidak memenuhi kebutuhan oksigen normalnya,maka jelas ia semakin
tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang
dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus
dan dan mucus yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat
besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan, maka
dapat terjadi asidosis respiratorik, kegagalan pernapasan dan kematian.
D. Penatalaksanaan.
·
Pencegahan terhadap pemajnan alergen
·
Pencegahanjuga mencakup memantau ventilasi secara
berkala, terutama sewaktu srangan puncak serangan asma, misalnya musim dingin.
Apabila diamati adanya penurunan bermakna volume ekspirasi maksimum atau
kecepatanaliran ekspirasi, msks intervensi farmakologis dapat segera dimulai
tanpa menunggu serangan timbul.
·
Kemajuan penting dalam pencegahan dan pengobatan
serranngan asma adalah pemakaian obat-obat anti inflamasi pada permulaan
serangan, atau sebagu terapi pencegahan. Steroid inhalasi menghentikan
rangsangan proses peradangan. Obat-obat inhalsi yang menstabikan sel-sel mast
sekarang digunakan untuk mencegah serangan asma. Pada kenyataannya asma
disefenisikan sebagai suatu penyakit peradangan. Efek dari obat-obat yang
diinhalasi ini tanpaknya terbatas disistem pernapasan, sehingga obat-obat
tersebut aman dan efektif untuk asma.
·
Intervensi perilaku yang ditujukan untuk menenagkan
pasien agar rangasangan parasimpatis kejalan napas berkurang. Membantu
menghentikan pasien yang menangis memungkinkan udara keluar masuk paru melambat
dan dapt dihangatkan sehingga rangsanganterhadap jalan napas berkurang.
·
Intervensi farmakologis selama serangan akut mencakup
inhalasi obat-obat simpatis β2. obat-obat ini terbukti melemaskan
jalan napas dan meningkatkan ventilasi.
·
Golongan metal-xantin juga menghilangkan spasme
·
Obat-obat antikolinergik dapat diberikan untuk mengurangi
efek parasimpatis sehingga melemaskan otot polos bronkiolus
·
Antihistamin diberikan untuk mengurangi peradangan.
I.
Kosep
dasar asuhan keperawatan
A. Pengkajian data dasar
1.
riwayat atau adanya factor-faktor penunjang :
-
Merokok produl tembakau (fakto-faktor penyebab utama)
-
Tinggal atau bekerja diarea dengan polusio udaara berat.
-
Riwayat alergi pada keluarga
-
Riwayat asma pada masa anak-anak
2.
riwayat adanya factor-faktor yang dapat mencetuskan
eksaserbasi, seperti allergen (seruk, debu, kulit, serbuk sari, jamur), stress
emosional, aktifitas fisik berlebihan, plusi uadara, infeksi saluran napas,
kegagalan program pengobatan yang dianjurkan
3.
pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian system
pernapasan yang meliputi:
a.
Manifestasi klasik dari PPOM:
-
Peningkatan dispnoe (paling sering ditemukan)
-
Penggunaan otot asesori pernapasan (retraksi otot-otot
abdominal, menagkat bahu saat inspirasi, napas cuping hidung)
-
Penurunan bunyi napas.
-
Takipnea
-
Ortopnea
b.
Gejala-gejala menetap pada proses-proses penyakit dasar:
Asma
-
Batuk (mungkin produktif atau mungkin nonproduktif), dan
perasaan dada seperti terikat
-
Mengi saat inspirasi dan ekspirasi, yang sering terdengar
tanpa stetoskop.
-
Pernapasan cuping hidung
-
Ketakutan dan diaforesis.
4.
Pemerikasaan diagnostic.
-
Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 darah
dan PaCO2 tinggi
-
Sinar X dada menunjukkan hiperinflasi paru, pembesaran
jantung dan bendungan pada area paru-paru.
-
Pemeriksaan fungsi paru menunjukkan peningkatan kapasitas
paru total (KPT) dan volume cadangan (VC), penurunan kapasitas vital (PV) dan
volume ekspirasi kuat (VEK).
-
JDL menunjukkan peningkatan hemoglobin, hematokrit dan
jumlah darah merah (JDM)
-
Kultur sputum posistif bila ada infeksi.
-
Esei imunoglobin menunjuikan adanya peningkatan IgE serum
(immunoglobulin E) jika asma merupakan salah satu komponen dari penyakit
tersebut.
5.
kaji persepsi diri sendiri tentang mengalami penyakit
kronis
6.
kaji berat badan dan rata-rata masukan cairan dan diet
harian
B.
diagnosa
keperawatan
1.
Kerusakan pertukaran gas berhubungna dengan factor PPOM
(penyakit paru obstruktif menahun) ditandai dengan dispnea, penggunaan otot
asesori pernapasan, ronchi kasar, hipoksemia, hiperkopnia, warna kulit
sianosis, atau keabu-abuan, mengeluh ortopnea, mengi, dan penurunan bunyi.
2.
intoleran aktifitas berhubungan dengan factor kerusakan
pertukran gas ditandai dengan napas pendek, lemah, kelelahan dengan aktifitas
fisik minimal, untuk AKS dan takipnea, dengan aktifitas fisik minimal.
3.
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan
masukan makanan sekunder terhadap distress pernapasan ditandai dengan penurunan
berat badan, masukan makanan dan cairan menurun, mengemukakan tidak ada nafsu
makan, kulit kering turgor kurang baik, warna urine pekat, ketika makan frekuensi
napas meningkat, secra menyatakan adanya peningkatan napas pendek pada waktu
makan.
Tweet |
0 komentar:
Posting Komentar