Definisi
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong
arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).
2.Etiologi
Virus dengue tergolong dalam
famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2
ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue
3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat
termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium
dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling
banyak beredar.
3.Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada
penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang
mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk
ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,
sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau
bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain
yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler
mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi,
dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit
> 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga
serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi,
sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya
untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak
mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung
lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila
tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3
faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan
tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran
pencernaan dan jaringan adrenal.
4.Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang timbul bervariasi
berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi
rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi,
nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit
kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan
retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan.
Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot
sekitar mata terasa pegal.
Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2
fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali),
terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan
biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6,
mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta
kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada
lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini
berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien
mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5.
Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau
ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang
terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari
ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga,
hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan
darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
5.Diagnosis
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan
diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 –
7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik,
seperti anoreksia, lemah, nyeri.
b. Manifestasi perdarahan :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekia, purpura, ekimosis
3) Epistaksis, perdarahan gusi
4) Hematemesis, melena.
c. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa
ikterus.
d. Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam
turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi
pada saat demam
biasanya mempunyai prognosis buruk.
e. Kenaikan nilai Hematokrit /
Hemokonsentrasi
6.Klasifikasi
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat
beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :
a.Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa
perdarahan spontan, uji tourniquet , trombositopenia dan
hemokonsentrasi.
b.Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan
spontan pada kulit atau tempat lain.
c.Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah,
cyanosis sekitar
mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
d.Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak
teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
7.Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau
kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit
sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis
disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk
klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat
pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua
kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan
suhu pertama kali.
8.Diagnosa Banding
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan
beberapa penyakit lain seperti :
a.Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan
lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan
infeksi konjungtiva ada
rasa nyeri sendi dan otot.
b.Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti
pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis
relatif.
c.Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga
perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi
sekunder, pemeriksaan
darah tepi menunjukkan pansitopenia.
d.Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh,
demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.
9.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah
sebagai berikut :
a.Tirah baring atau istirahat baring.
b.Diet makan lunak.
c.Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat
berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit,
pemberian
cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
d.Pemberian cairan intravena (biasanya
ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering
digunakan.
e.Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam
(suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk,
observasi ketat
tiap jam.
f.Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari
golongan asetaminopen.
h.Monitor tanda-tanda perdarahan lebih
lanjut.
i.Pemberian antibiotik bila terdapat
kekuatiran infeksi sekunder.
j.Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi
keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan
laboratorium yang
memburuk.
k.Bila timbul kejang dapat diberikan
Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat
di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang
dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander
atau
dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
Pemberian cairan intravena baik plasma
maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila
renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar,
tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg
BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien
dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi
pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan
abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak
minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan
melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a.Pasien terus menerus muntah, tidak dapat
diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.
b.Hematokrit yang cenderung mengikat.
10.Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF
ialah sebagai berikut :
a.Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk
akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat
sedikit terdapatnya kasus DHF.
b.Memutuskan lingkaran penularan dengan
menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan
penderita viremia sembuh secara spontan.
c.Mengusahakan pemberantasan vektor di
pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah
penyangga sekitarnya.
d.Mengusahakan pemberantasan vektor di
semua daerah berpotensi penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara
lain :
a.Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program
pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk
dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan
malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos
(abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu
bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1
gram abate SG 1 % per 10 liter air.
b.Tanpa insektisida
Caranya adalah :
1)Menguras bak mandi, tempayan dan tempat
penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10
hari).
2)Menutup tempat penampungan air
rapat-rapat.
3)Membersihkan halaman rumah dari kaleng
bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Dalam asuhan keperawatan digunakan
pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk mengatasi masalah klien.
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap
yaitu : pengkajian keperawatan, identifikasi, analisa masalah (diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi).
1.Pengkajian Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian
merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian
yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara
pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan
(fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
a.Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan
keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering
ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.)Lemah.
2.)Panas atau demam.
3.)Sakit kepala.
4.)Anoreksia, mual, haus, sakit saat
menelan.
5.)Nyeri ulu hati.
6.)Nyeri pada otot dan sendi.
7.)Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.)Konstipasi (sembelit).
b.Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan
pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada
penderita DHF antara lain :
1)Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah
tampak kemerahan.
2)Mukosa mulut kering, perdarahan gusi,
lidah kotor.
3)Tampak bintik merah pada kulit (petekia),
uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4)Hiperemia pada tenggorokan.
5)Nyeri tekan pada epigastrik.
6)Pada palpasi teraba adanya pembesaran
hati dan limpa.
7)Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan
lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan
dijumpai :
1)Ig G dengue positif.
2)Trombositopenia.
3)Hemoglobin meningkat > 20 %.
4)Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5)Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan
hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi
leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan
basofil
1)SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2)Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3)Waktu perdarahan memanjang.
4)Asidosis metabolik.
5)Pada pemeriksaan urine dijumpai
albuminuria ringan.
2.Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada pasien DHF menurut Christiante Effendy, 1995 yaitu :
a.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
proses penyakit (viremia).
b.Nyeri berhubungan dengan proses patologis
penyakit.
c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
d.Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
e.Gangguan aktivitas sehari-hari
berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
f.Resiko terjadi syok hypovolemik
berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
g.Resiko infeksi berhubungan dengan
tindakan invasif (pemasangan infus).
h.Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut
berhubungan dengan trombositopenia.
i.Kecemasan berhubungan dengan kondisi
pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
3.Perencanaan Keperawatan
a.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
proses penyakit (viremia).
Tujuan :
Suhu tubuh normal (36 – 370C).
Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
5)Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola
demam pasien.
6)Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi,
pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui keadaan umum pasien.
7)Anjurkan pasien untuk banyak minum 2,5
liter/24 jam.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan
cairan yang banyak.
8)Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat
meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
9)Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan
pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu
mengurangi penguapan tubuh.
10)Berikan terapi cairan intravena dan
obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting
bagi pasien dengan suhu tinggi.
b.Nyeri berhubungan dengan proses patologis
penyakit.
Tujuan :
Rasa nyaman pasien terpenuhi.
Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1)Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat
nyeri yang dialami pasien.
2)Berikan posisi yang nyaman, usahakan
situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
3)Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain
pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4)Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau
mengurangi nyeri pasien.
c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi,
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien
mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan.
Intervensi :
1)Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan
muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara
mengatasinya.
2)Kaji cara / bagaimana makanan
dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat
mempengaruhi nafsu makan pasien.
3)Berikan makanan yang mudah ditelan
seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan
pasien dan meningkatkan asupan makanan .
4)Berikan makanan dalam porsi kecil dan
frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5)Catat jumlah / porsi makanan yang
dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan nutrisi.
6)Berikan obat-obatan antiemetik sesuai
program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien
mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7)Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi
pasien
d.Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
Tujuan :
Volume cairan terpenuhi.
Intervensi :
1)Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat,
takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien
untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
2)Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan
tindakan untuk menangani syok.
3)Berikan cairan intravena sesuai program
dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat
penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh
karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
4)Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan
untuk menambah volume cairan tubuh.
5)Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
e.Gangguan aktivitas sehari-hari
berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
Tujuan :
Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1)Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah
pasien.
2)Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak
mampu dilakukan oleh pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat
ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
3)Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan
aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat
diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai
tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami
ketergantungan pada perawat.
4)Letakkan barang-barang di tempat yang
mudah terjangkau oleh pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
f.Resiko terjadinya syok hypovolemik
berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
1)Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama
masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui
tanda syok dan dapat segera ditangani.
2)Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai
3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan
keadaan umum baik.
3)Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan
dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4)Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat
kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan
lebih lanjut.
5)Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta
komponen darah yang hilang.
6)Lapor dokter bila tampak syok
hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan
lebih lanjut sesegera mungkin.
g.Resiko infeksi berhubungan dengan
tindakan invasif (infus).
Tujuan : – Tidak terjadi infeksi pada
pasien.
Intervensi :
1)Lakukan teknik aseptik saat melakukan
tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan
tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.
2)Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien,
terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
3)Observasi daerah pemasangan infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada
pemasangan infus.
4)Segera cabut infus bila tampak adanya
pembengkakan atau plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang
lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.
h.Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut
berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih
lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
1)Monitor tanda penurunan trombosit yang
disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan
tanda kebocoran pembuluh darah.
2)Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
3)Beri penjelasan untuk segera melapor bila
ada tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan
penanganan sedini mungkin.
4)Jelaskan obat yang diberikan dan
manfaatnya.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau
minum obat sesuai dosis yang diberikan.
i.Kecemasan berhubungan dengan kondisi
pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
Tujuan : – Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1)Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan
yang dialami pasien.
2)Jalin hubungan saling percaya dengan
pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan
perawat.
3)Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien
merasa diperhatikan dengan baik.
4)Beri kesempatan pada pasien untuk
mengungkapkan perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran
pasien.
5)Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional : Agar segala sesuatu yang
disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.
4.Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien
anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.
5.Evaluasi Keperawatan.
Hasil asuhan keperawatan pada klien anak
dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan
pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam
berdarah dengue sebagai berikut :
a.Suhu tubuh pasien normal (36- 370C),
pasien bebas dari demam.
b.Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri
berkurang.
c.Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien
mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
d.Keseimbangan cairan akan tetap terjaga
dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
e.Aktivitas sehari-hari pasien dapat
terpenuhi.
f.Pasien akan mempertahankan sehingga tidak
terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.
g.Infeksi tidak terjadi.
h.Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
i.Kecemasan pasien akan berkurang dan
mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.
Sumber:
1.Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah
Pada Anak, UI ; Jakarta.
2.Effendy, Christantie, (1995), Perawatan
Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
3.Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam,
jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
4.Doenges, Marilynn E, dkk, (2000),
Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta .
Tweet |
0 komentar:
Posting Komentar